Keberadaan TI akan memudahkan perpustakaan dalam mengaplikasikan konsep
manajemen ilmu pengetahuan. Selain itu, TI juga akan memudahkan perpustakaan
dalam melakukan pengembangan pangkalan data, penelusuran informasi,
transformasi digital, dan promosi. TI tanpa dukungan perpustakaan hanya akan
menghasilkan teknologi konsumtif, teknologi yang mandul. Perpustakaan berperan
meletakkan dasar yang kuat untuk membentuk masyarakat yang terbuka informasi.
Masyarakat yang mampu memberdayakan informasi bukan sekedar mengkonsumsi
informasi. Jadi, perpustakaan berperan untuk menyiapkan masyarakat agar
"siap menikmati" TI. TI yang digabungkan dengan teknologi
telekomunikasi (yang selanjutnya disebut TIK) memungkinkan perpustakaan untuk
mengakses dan menyebarluaskan informasi untuk disajikan kepada masyakakat luas
secara global. Perpustakaan harusmenangkap peluang ini dengan memanfaatkan
kemajuan TIK untuk meningkatkan produk dan layanan informasi bagi penggunanya.
Perpustakaan yang didukung dengan kemampuan TIK yang baik, berpeluang
menyajikan berbagai sumber informasi gratis dan berkualitas, seperti open
access, untuk diakses oleh masyarakat umum melalui situs perpustakaan. Fenomena
open access dapat dilihat dari dua hal: pertama, keberadaan teknologi digital;
dan kedua, akses ke artikel jurnal ilmiah dalarn bentuk digital. Internet dan
pembuatan artikel jurnal secara digital tdah memungkinkan perluasan dan
kemudahan akses, dan kenyataan inilah yang ikut melahirkan open access.
Open access secara sederhana dapat diartikan sebagai akses bebas. Secara
khusus, open access dapat dimaknai sebagai suatu sistem yang menyediakan akses
artikel-artikel jurnal penelitian yang bermutu dan direview teman
sejawat atau rekan kerja yang lazim disebut dengan peer review. Akses ke
sumber-sumber penelitian ini tidak dikenakan biaya kepada pengguna atau lembaga
(Tedd and Large, 2005: 53-54). Pendapat lain ada yang memandang open access
sebagai gerakan yang menyediakan akses sumber-sumber informasi digital tanpa
batas (Prytherch: 2005: 508).
Gerakan open access muncul sebagai perlawanan terhadap individu, kelompok
atau lembaga tertentu yang menghambat masyarakat luas untuk memperoleh akses ke
sumber-sumber informasi yang berkualitas. Gagasan dan pemikiran yang mendorong
lahirnya gerakan open access adalah : 1) meningkatnya komersialisasi terbitan
jurnal ilmiah; 2) keharusan penulis menyerahkan copyright ke penerbit sebelum
penerbitan; 3) keharusan perpustakaan membayar biaya yang semakin mahal untuk
melanggan jurnal cetak; 4) keharusan memperoleh lisensi untuk akses versi
elektronik; dan 5) pembatalan langganan yang mengakibatkan para pengguna gagal
mengakses ke sumber-sumber informasi yang diperlukan (edd and Large, 2005: 53).
Jadi, gerakan ini merupakan bentuk perlawanan terhadap distributor atau
penerbit yang mengekang dan menghalangi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
sumber-sumber informasi yang disebabkan oleh masalah bayaran, hukum atau
teknis. Disamping itu, gerakan ini juga menjadi bentuk penolakan para penulis
yang kebebasankreatif mereka dibatasi dalam penyebarluasan karya-karya mereka
kepada siapapun yang diinginkan.
Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Prytherch (2005: 508) bahwa
gerakan utama open access yang didirikan tahun 2002 pada Budapest Open Access
Initiative (BOAI) yang mengeluarkan pernyataan bahwa open access tersedia
secara gratis di internet untuk masyarakat luas, siapa pun dibolehkan membaca,
mengunduh, menggandakan, menyebarluaskan, mencetak, melakukan penelusuran,
menyediakan link ke artikel-artikel teks utuh, melacak pengindeksan,
menempatkan pada software, atau menggunakan untuk tujuan hukum yang sah. Semua
hal tersebut dapat dilakukan tanpa hambatan yang terkait dengan keuangan, hukum
dan teknis.
Open access oleh Tedd dan Large (2005: 51) dikategorikan sebagai salah
satu jenis sumber informasi digital teks utuh (full text) yang dapat diperoleh
secara cuma-cuma melalui internet. Ketersediaan sumber-sumber ini sangat
membantu perpustakaan-perpustakaan yang sungguh-sungguh mengembangkan
sumber-sumber informasi digital yang bermutu namun dana yang tersedia sangat
terbatas. Untuk perpustakaan negara-negara berkembang seperti Indonesia, open
access memiliki peluang yang besar untuk dimanfaatkan oleh masyarakat luas yang
ingin mengakses hasil-hasil penelitian para ilmuwan.
Gerakan open access yang dijelaskan sebelumnya membuka kesempatan yang
sangat luas bagi masyarakat untuk berpatisipasi dalam memperoleh informasi
dengan cara yang mudah. Pada saatnya, kemudahan akses informasi ini akan
mendorong masyarakat untuk menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru.
Pengetahuan baru tersebut selanjutnya diakses lagi oleh orang lain, begitu
seterusnya. Hal ini tentunya sangat berguna untuk proses pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya di Indonesia. Pembatasan akses justru
meminimalkan atau bahkan meniadakan kontribusi tersebut.
Hak Kekayaan Intelektual atau yang biasa di Indonesia dikenal dengan
sebutan HAKI atau HKI berasal dari kata "Intellectual Property
Rights" yaitu The rights given to persons over the creations of
theirminds. They usually give the creator an exclusive right over the use of
his/her creation for a certain period of time.
HAKI dulu dikenal dengan istilah Hak Milik Intelektual atau hak atas
kekayaan intelektual. Hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang lahir dari
kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui daya cipta, rasa, karsa dan karya yang memiliki nilai-nilai moral,
praktis, dan ekonomis. Karya-karya tersebut dilahirkan dengan pengorbanan
tenaga, waktu, bahkan biaya, oleh karenanya tentu saja hal tersebut menjadikan
karya yang dihasilkan memiliki nilai moral dan ekonomis.
Hak Cipta diberikan
oleh Pemerintah melalui produk Undang-Undang Hak Cipta. Undang-Undang Hak Cipta
yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 (UU Hak Cipta).
Pengertian Hak Cipta itu sendiri menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
No. 19 Tahun 2002 adalah :
Hak eksklusif
bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan menurut fiingsi dan sifatnya,
"Hak Cipta merupakan bak eksklusif
bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya, yang timbul secara Otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal
2 UU No. 19 Tahun 2002)
Buku-buku
atau ciptaan lain yang ada di perpustakaan memang berpotensial untuk dilanggar
hak ciptanya karena bisa dipinjam. Meski ada perjanjian yang dibuat antara
anggota dan pihak perpustakaan untuk tidak memperbanyak buku yang dipinjam,
akan tetapi jika sudah di luar pengawasan perpustakaan, siapa yang bisa
menjamin tidak akan ada perbanyakan terhadap suatu buku?
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran,
atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media
internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat
dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. (Pasal 1 ayat (5) UU No. 19 Tabun
2002)
Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan
bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara
permanen atau temporer. (Pasal 1 ayat (6) UU No. 19 Tabun
2002)
AHMAD
NAUFAL/11140024/C/IDKS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar